Pentingnya Kecerdasan Emosional bagi Remaja
Pentingnya Kecerdasan Emosional bagi Remaja
Masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan yang sangat penting. Menurut Erikson, pada masa remaja seseorang menghadapi krisis mencari identitas diri sehingga di akhir masa ini seseorang diharapkan dapat menemukan identitas dirinya. Di sisi lain, pada masa remaja, seseorang cenderung memiliki egosentrisme yang tinggi. Egosentrisme adalah ketidakmampuan membedakan sudut pandang diri sendiri dan sudut pandang orang lain. Karakteristik egosentrisme inilah yang membuat remaja merasa tertantang untuk melakukan perilaku yang secara tidak sadar dapat membahayakan diri mereka sendiri. Perilaku membahayakan diri dan orang lain yang banyak dilakukan oleh remaja antara lain aksi tawuran, bullying, minum-minuman beralkohol, menggunakan obat-obatan terlarang, atau pergaulan bebas.
Tidak jarang pula remaja yang berperilaku tertentu bertujuan untuk menarik perhatian orang di sekitar. Sementara, personal fabel adalah ciri khas remaja merasa dirinya unik, merasa tidak ada yang memahami, dan merasa dirinya kebal atau tidak terkalahkan. tingginya agresi pada remaja ternyata terkait erat dengan rendahnya kecerdasan emosional yang dimiliki. Bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional pada anak/remaja maka permasalahan mereka dengan teman sebaya dan kesulitan lain yang dihadapi cenderung semakin rendah, serta perilaku prososial (tolong-menolong) cenderung tinggi. Kecerdasan emosional mempengaruhi kontrol perilaku seseorang.
Mengacu pada beberapa hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa diperlukan kecerdasan emosional yang tinggi bagi remaja untuk membantu mereka mengelola emosi dan mengurangi perilaku yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam mengelola diri, seperti kemampuan: memotivasi diri, bertahan terhadap stres, mengelola emosi, bersosialisasi, dan hubungannya dengan Tuhan.
Orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan cenderung memiliki kemampuan emosional yang lebih bisa membantu menghadapi permasalahan sehari-hari dan cenderung tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Cerdas secara akademis saja ternyata tidak cukup untuk seseorang bisa mengontrol diri dan bersosialisasi dengan lingkungan, dibutuhkan kecerdasan emosional untuk menyeimbangkannya.
Kecerdasan emosional dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
(1) Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama kali bagi anak dalam mempelajari kecerdasan emosional, salah satunya melalui interaksi dengan orangtua. Orangtua dapat membantu anak mengenali emosi, memberi label pada emosi, menghargai emosi yang dirasakan, dan menempatkan emosi pada situasi sosial yang relevan .Anak memiliki kecenderungan meniru perilaku orang dewasa, termasuk saat mengekspresikan emosi. Oleh karena itu, perlu bagi kita sebagai anggota keluarga untuk sama-sama saling mengenali dan menghargai emosi satu sama lain, serta mengekspresikan emosi dengan cara yang tepat (tidak merugikan diri dan anggota keluarga lain) agar hubungan dalam keluarga bisa terjalin dengan nyaman dan terbuka.
(2) Lingkungan (teman sebaya, pendidikan, dan budaya) Baik kita sadari maupun tidak, lingkungan turut berperan dalam kecerdasan emosional kita dan hal ini dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan perkembangan sosioemosional anak sehingga dapat memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Contohnya dapat kita temui pada saat kita berinteraksi dengan teman, guru, ataupun tetangga sebelah rumah kita. Kecerdasan emosional bukan sesuatu yang diturunkan, melainkan dapat dilatih atau dipelajari dari lingkungan.
Berikut, tips-tips yang bisa dilakukan remaja untuk meningkatkan kecerdasan emosional:
1. Menyadari dan mengenali emosi yang dirasakan tanpa memberikan penghakiman terhadap perasaan itu. Tidak apa-apa jika merasa sedih, marah, kecewa, takut, cemas, atau emosi yang lainnya.
2. Mengelola emosi yang dirasakan dan mengekspresikan dengan cara yang sesuai (tidak menyakiti diri dan orang lain). Mengapa emosi perlu dikelola atau diekspresikan? Ketika emosi dipendam terus menerus, hal ini cenderung membuat kita merasa tidak nyaman, sesak, atau bisa meledak pada waktu tertentu. Oleh karena itu, perlu untuk mengekspresikannya dengan cara yang sesuai dengan diri kita. Prinsipnya berusaha tidak menyakiti diri dan orang lain. Misalnya: bercerita kepada orang yang dipercaya, menuliskan jurnal, melakukan meditasi atau relaksasi, mendengarkan lagu, berolahraga, menonton film, bernyanyi, atau yang lainnya.
3. Mengomunikasikan secara asertif kebutuhan, keinginan, ataupun aspirasi diri. Komunikasi asertif adalah komunikasi yang dilakukan dengan cara yang baik, saling menghormati dan menghargai dengan lawan bicara, menyampaikan pesan dengan jelas. Memberikan kesempatan kepada lawan bicara untuk menanggapi pembicaraan, dan tidak memaksakan lawan bicara harus sesuai dengan yang kita harapkan sehingga komunikasi dua arah bisa terjalin. Komunikasi asertif dapat dilakukan untuk, memediasi ketika kita memiliki permasalahan dengan orang lain atau saat memiliki pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain. Jika merasa masih kesulitan, bisa mencoba dengan relaksasi atau menuliskan pesan yang akan disampaikan.
4. Mengikuti kegiatan positif untuk mengasah potensi diri. Mengisi waktu luang dengan kegiatan positif, seperti: olahraga, kesenian, sosial, keagamaan atau kegiatan lainnya.
5. Jika merasa menghadapi permasalahan yang tidak dapat diselesaikan sendiri dan mengganggu keberfungsian sehari-hari, bisa untuk mengikuti konseling dengan psikolog atau psikiater.
6. Terakhir, untuk orang dewasa atau keluarga, kita bisa turut berperan dalam membangun suasana positif bagi peningkatan kecerdasan emosional remaja, seperti: menjadi pendengar yang baik layaknya teman bagi mereka (berempati), memberikan dukungan emosional, dan mengarahkan potensi remaja dalam hal yang positif.
Penulis :
1. Mieke Firnanda
2. Alika Safanti
3. Meylisa Novita Sari
4. Diva Savitri
Kelas : (X)
Guru Mata Pelajaran : Septia Cahyaning Alminati, S.E.
Mata Pelajaran : Sosiologi
0 Komentar
Tambahkan Komentar